"Tidaklah anak manusia dilahirkan melainkan di atas fitrahnya, kemudian orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (HR. Bukhari-Muslim)

Selasa, Oktober 20, 2009

KEKUATAN GAIB FASILITATOR


Kompetensi: berlaku kompe­ten, kemampuan.

Riset dan pelatihan ICA selama 30 tahun telah melahirkan banyak konsultan-fasilitator di seluruh dunia. Mereka ini sangat menguasai dan mempraktekan langsung seni dan pengetahuan tentang fasilitasi kelompok yang dinamis dan praktis. Di beberapa negara, para praktisi tersebut telah bertahun-tahun melakukan fasili­tasi konsultasi masyarakat untuk membantu organisasi, lembaga/dinas pemerintahan bahkan terkadang perusahaan besar secara bersama-sama memecahkan persoalan yang mungkin telah berakar selama beberapa generasi. Para fasilitator ini kemudian memberikan pelatihan kepada orang lain mengenai seni dan pengeta­huan tentang partisipasi. Sebagian dari lulusan­nya dan perancang pelatihan di ICA kemudian bergabung dengan perwakilan dari para konsul­tan setempat untuk merancang organisasi baru: International Association of Facilitators (IAF). Salah satu agenda IAF adalah pernyataan tentang kompetensi khusus (spesifik) yang diperlukan dalam fasilitasi yang partisipatif. Sejauh ini para anggota telah mencatat beberapa kompetensi yang mereka identifikasi berdasarkan pelatihan dan pengalaman mereka sendiri. Kelompok fasilitator di lokasi yang berbeda menghasilkan daftar keterampilan yang berbeda, dan daftar ter­sebut kemudian dilebur dengan daftar keterampilan tradisional fasilitasi. Hasil akhirnya adalah pernyataan mengenai multi-keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang fasilitator. Ini akan menjadikan dasar bagi ICA maupun IAF untuk mengevaluasi seorang calon fasilitator dalam prosesnya menjadi pakar dalam bidang fasilitasi. Dari sekumpulan data yang ada, mulai bisa terlihat gambaran besarnya, dan gambaran ini lebih bermakna dari sekedar daftar ”apa yang harus dapat dilakukan” oleh seorang fasilitator. Yang kemudian muncul dari proses awal terse­but adalah resep untuk menciptakan partisipasi budaya, bentuk hadirnya bidang studi baru, sebuah paradigma bagi hubungan manusia-dengan-manusia dan mungkin sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penganutnya, ”pelatihan yang dibutuhkan oleh para politisi yang baru terpilih sebelum mereka bertugas”. Untuk informasi keanggotaan International Association of Facilitators, silahkan hubungi Sherwood Shankland, IAF Membership Task Force, 4910 Briar Street, Fairfax, Virginia 22032 USA.

Kompetensi 1: Menguasai Metode

Fasilitator efektif dalam mengguna­kan metode-metode inti.

Seorang fasilitator kompeten dalam merancang dan memandu proses dan kegiatan kelompok kecil atau yang lebih besar: percakapan atau diskusi, pertemuan, lokakarya, konferensi, ulasan lingkungan, sesi perencanaan strategis, atau program konsultasi makro. Dibalik semua itu diperlukan pengenalan penuh proses untuk menyusun dan mengurutkan pertanyaan yang mengantarkan kelompok mulai dari pertanyaan yang hanya menyentuh permukaan sampai ke kedalaman topik bersangkutan. Diperlukan kemampuan untuk membedakan proses dari isi, serta ketajaman untuk memutuskan metode mana yang paling tepat bagi kebutuhan klien. Lebih dari sekedar mengetahui tahapan dalam sebuah metode, fasilitator juga harus memiliki pemahaman yang dalam mengenai kerangka dasar fasilitasi, dimana pemahaman tersebut akan dapat membedakan antara tehnik semata dengan metode yang mendasarinya. Sebagai hasilnya, fasilitator akan bisa bersikap fleksibel dalam menghadapi kemungkinan yang ada.

Kompetensi 2: Mampu memberi­kan apa yang diminta

Fasilitator secara cermat memelihara hubungan dengan klien dan melaku­kan persiapan secara menyeluruh

Seorang fasilitator sebaiknya mampu memahami organisasi kliennya. Hal ini termasuk memahami bagaimana menyusun program yang sesuai dengan situasi klien, dan bagaimana cara men­dapatkan kontrak dan menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak. Ini juga berarti keberanian mengatakan ”tidak” jika merasa bahwa fasilitasi bukan merupakan solusi yang tepat atau fasilitasi tidak akan berhasil. Arti lain adalah memper­siap­kan semua aspek menyangkut sebuah pro­gram jauh-jauh hari. Yang teramat penting adalah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya mengenai tujuan spesifik dari kegiatan – baik tujuan rasional mau­pun penga­laman – dan merancang komponen kegiatan untuk merealisasikan tujuan tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah pengalokasian waktu yang tepat untuk setiap bagian program, penyusunan pertanyaan kunci yang akan dibahas oleh kelompok, secara seksama mempelajari situasi dan kebutuhan klien, serta secara seksama memilih ruangan/tempat yang strategis untuk acara tersebut.

Kompetensi 3: Sebagai petugas kebersihan sekaligus pengatur irama

Seorang fasilitator menggunakan waktu dan tempat secara tepat

Pemilihan tempat yang bagus saja tidaklah cukup bagi penyelenggaraan suatu kegiatan. Fasilitator harus tahu bagaimana bisa menciptakan suasana yang mendukung kegiatan. Jika tidak ada penjaga yang membersihkan ruangan, maka fasilitatorlah yang harus membersihkannya, dan terka­dang pada saat istirahat tetap menjaga kebersihan ruangan untuk memastikan suasana ruangan tetap mendukung kegiatan. Sangatlah penting untuk mengetahui cara pengaturan ruang yang terbaik sehingga mendukung proses serta kegiatan kelom­pok. Hal ini berarti memeriksa ruangan sebelum acara dan memastikan terse­dia­nya dinding yang bisa menampung data dan grafik. Ini berarti juga mengatur meja dan kursi agar komunikasi bisa berjalan baik dan tercipta­nya partisipasi langsung yang mak­simal. Arti lainnya adalah mahir menyesuai­kan dekorasi yang ada untuk diselaraskan dengan suasana kegiatan dan memperlancar komunikasi.

Fasilitator juga harus berfungsi sebagai peng­a­­tur irama bagi kelompok; merasakan ritme seperti apa yang paling disukai pada waktu-waktu mana; menyesuaikan kece­patan kegiatan untuk meman­faatkan ”energi” kelompok; membagi waktu yang tersedia untuk menyelesaikan peker­jaan sekaligus menuntaskannya tepat waktu. Fasilitator harus tahu cara menyela untuk meredakan ketegangan dengan melem­par­kan lelucon. Atau bahkan bisa menggunakan musik atau apa saja yang bisa membuat kelompok merasa santai. Terakhir, fasilitator tahu pentingnya memberikan kebebasan bagi kelompok untuk menggunakan waktu dan menyelesaikan tugas sehingga mereka dapat mengambil keputusan.

Kompetensi 4: Si Pembangkit

Seorang fasilitator mahir dalam mem­bang­kitkan partisipasi dan kreativitas.

Lebih dari sekedar metodologist, fasilitator harus juga berperan sebagai si pembangkit, berpegang pada keyakinan bahwa setiap kelompok memiliki kebijakan dan kreativitas dan dibutuhkan dalam menghadapi segala situasi. Yang diperlukan hanyalah kemam­puan untuk membangkitkan iklim partisipasi. Fasilita­tor tahu cara membangkitkan kebi­jak­­an yang tersembunyi dalam kelom­pok melalui katalisasi partisipasi setiap orang dan mengajak kelompok bertanggunggungjawab atas keputusannya sen­diri. Kemampuan men­­ciptakan iklim yang kondusif bagi kelom­pok untuk berpatisipasi dan berkreasi membutuhkan keahlian fasilitator, terutama untuk bisa membangkitkan kebijakan kelom­pok. Disinilah kekuatan gaib fasilitator sangat dibutuhkan. Ketrampilan khusus yang diperlukan adalah dalam penyusunan kon­teks yang mampu mengumpulkan dan mem­fo­kuskan pandangan-pandangan kelompok menuju topik yang spesifik dan pertanyaan kunci.

Fasilitator sebaiknya mampu mendapatkan respon terbaik kelompok dengan mengajak kelompok berimajinasi, mendorong kelom­pok untuk memberikan respon yang berani bahkan liar. Sebagian peserta akan butuh waktu untuk menuliskan jawabannya, begitu juga bagi sebagian yang agak lambat berpikir sehingga mereka punya waktu untuk menyusun penda­patnya. Fasilitator harus bisa mendapatkan semua data kelompok melalui curah pendapat. Memaksimalkan partisipasi merupakan intisari­nya. Pemimpin akan melibatkan seluruh anggota kelompok; mencari cara untuk mengundang mereka yang diam agar terlibat dan mendorong setiap orang untuk berperan aktif dalam mengorganisasikan data yang terkumpul men­ja­di sesuatu yang bermakna dan bernama.

Kompetesin 5: Menegaskan Kembali

Seorang fasilitator bersikap meng­hargai kelompok dan mendukung kebijakan kelompok.

Kemampuan menyelaraskan keragaman penda­pat dalam kelompok lebih merupakan sebuah bakat daripada keterampilan, dan lebih daripada apa yang diperlukan dalam sekedar mencari kesepakatan. Yang diper­lukan tidak hanya meto­do­logi, tapi juga pemahaman dasar mengenai kehidupan dan kebijakan mutlak serta kebesaran setiap manusia. Hal ini memerlukan sikap mental yang kokoh, selalu berpikiran positif terha­dap suatu situasi, dan terbiasa untuk mem­berikan jawaban ”ya” terlebih dahulu sebe­lum menjawab ”tidak”.

Seorang fasilitator tahu bahwa sebuah metode akan berhasil jika menonjolkan kebijakan masing-masing individunya, meng­har­gai data/ pendapat yang terkumpul dari kelompok dan mengakui keberhasilan penyelesaian kerja kelom­pok. Ini bukan sekedar prinsip yang bersifat abstrak. Dalam prakteknya, ini memerlukan kemampuan dan kesiapan untuk mendengarkan secara cermat ucapan-ucapan peserta, untuk menerima kebisuan dengan penuh pengertian, untuk menjaga kontak mata dengan pembicara, serta untuk mencatat pendapat/pandangan individu secara harfiah. Hal tersebut juga memerlukan kemauan untuk fokus pada apa yang diucapkan oleh individu, bukan pada apa yang akan diucap­kan oleh fasilitator. Sisi lain dari menghargai seorang peserta adalah kesiapan untuk menggali kejelasan jawaban sehingga penda­pat/pandangan sebenarnya dari peserta dapat terungkap.

Kompetensi 6: Berada dalam posisi netral

Seorang fasilitator harus mampu menjaga obyektifitasnya.

Peran utama dari seorang fasilitator adalah untuk memberikan obyektifitas pada proses kelompok. Sementara di satu sisi peran fasilita­tor lebih seperti seorang konduktor orkestra yang ingin menghasillkan musik kelas dunia, sisi lainnya lebih mirip wasit yang tidak memihak yang sadar akan pentingnya meme­lihara sikap netral terhadap apa yang akan dihasilkan oleh kelompok. Seorang fasilitator akan mengenyam­ping­kan pendapat pribadinya atas pendapat kelompok, bersikap hati-hati untuk tidak mem­be­ri­kan reaksi negatif terhadap pendapat orang lain, serta menjaga untuk tidak terpengaruh dengan data yang dihasilkan kelompok. Sikap netral ini mencakup kemampuan untuk meredam kritik, kemarahan dan frustasi dengan sikap tidak menantang jika energi kelompok dirasakan memuncak.

Kompetensi 7: Sebagai Antena

Seorang fasilitator terampil dalam membaca dinamisasi yang terdapat dalam kelompok

Seorang fasilitator terlatih untuk merasakan dinamisasi dalam kelompok. Secara khusus, fasilitator ahli dalam menerjemahkan kebisu­an kelompok, mengidentifikasi tujuan-tujuan dan agenda tersembunyi individu, dan tidak hanya mampu merasakan keraguan kelom­pok untuk hal-hal tertentu tapi juga mampu mengambil langkah untuk menjernihkannya. Cekatan dalam mengambil petunjuk-petun­juk verbal, seorang fasilitator mendengarkan dengan ”telinga ketiga” untuk memahami arti dibalik ucapan seorang peserta. Dari sisi aktif, fasilitator fasih dalam mendorong data frasa yang terdengar negatif hingga muncul maksud yang mendasarinya serta mengubah jawaban yang tidak jelas hingga terkuak maksud yang sebenarnya.

Kompetensi 8: Pemain Orkestra

Seorang fasilitator mengorkestrakan pertunjukan drama

Yang terpenting dalam pelibatan komitmen kelompok pada proses adalah dengan membangun hubungan yang harmonis de­ngan peserta. Fasilitator membangun hubung­an tersebut sejak awal, menciptakan ”icebreaker” yang membuat kelompok merasa santai. Dan kemudian, ketika kelompok mengalami naik turunnya suasana hati, fasilitator berinisiatif untuk merubah waktu dan suasana hati secara sadar agar hasil tercapai, tahu kapan harus mencerita­kan pengalaman pribadi agar kelompok menjadi santai, dan bijaksana dalam menggu­na­kan humor sebagai pencair suasana. Selain bakat-bakat tersebut, fasilitator juga harus sensitif untuk tahu kapan kelompok perlu istirahat, kapan irama pelatihan/diskusi perlu diubah, kapan sebuah proses mencapai titik kritisnya sehingga perlu penjelasan, kapan kelompok perlu berusaha keras - jika perlu - untuk mencapai terobosan baru.

Kompetensi 9: Fungsi Pelancar

Seorang fasilitator menghilangkan hambatan proses

Seorang fasilitator tahu cara-cara kreatif untuk menghilangkan hambatan dalam proses. Hal tersebut membutuhkan sentuh­an khusus untuk secara halus dapat mere­dam percakapan di luar topik. Dibutuhkan cara yang cerdik dan bijaksana untuk mencegah pendapat yang bertele-tele dan argumentasi, untuk mencegah dominasi individu tertentu, untuk menghadapi mereka yang cenderung “sulit” dihadapi dan untuk membantu menyelesaikan konflik.

Bilamana dibutuhkan, fasilitator dapat mengaju­kan permohonan maaf kepada publik jika memang kelompok menginginkan hal tersebut, serta melakukan apapun yang diperlukan agar proses berjalan lancar. Dalam situasi yang sulit, fasilitator harus mampu untuk membawa kem­bali keputusan yang sulit kepada kelompok sehingga kelompok dapat mempertanggung­jawab­kan proses mereka sendiri.

Kompetensi 10: Bagai Berjalan Di Atas Kawat

Seorang fasilitator cekatan dalam menyesuaikan dengan perubahan situasi

Fasilitasi itu bagaikan berjalan diatas kawat. Satu keterampilan lagi selain yang telah digambarkan didepan adalah kemampuan fasilitator untuk menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan. Fasilitator tahu cara untuk menyeimbangkan proses di satu sisi dan hasil dari proses tersebut di sisi lain; untuk setiap saat menyelaraskan kebutuhan peserta dengan tuntutan tugas keseluruhan. Hal ini didasarkan pada pemahaman yang mendasar bahwa proses untuk mendapat­kan hasil adalah sama pentingnya dengan hasil itu sendiri. Jika sesuatu yang tidak diharapkan terjadi maka diperlukan kege­­si­t­an mental ditambah dengan kemampuan untuk berpikir dan mengambil keputusan dengan cepat, serta untuk menggunakan metode secara fleksibel. Dalam situasi tertentu yang tidak diharapkan, bekerja mengikuti intuisi dapat membedakan antara keberhasilan dan kegagalan.

Kompetensi 11: Tanggungjawab yang besar

Seorang fasilitator bertanggungjawab atas perjalanan kelompok

Memfasilitasi sebuah proses bagi sebuah organisasi bagaikan mempersiapkan sekan­tung penuh cara untuk menyibukkan peser­ta selama satu atau dua hari. Fasilitator sebaiknya cukup matang untuk mengemban tanggungjawab, tidak hanya untuk proses namun juga untuk kese­luruhan tugas peserta dan hasil dari kegiatan tersebut. Hal ini mencakup kesediaan untuk menerima beban berat dalam mempertanggung­jawabkan setiap aspek program, mampu menggunakan ambiguitas dengan memanfa­at­kan kecerdas­an seseorang untuk meng­ambil keputusan nyata dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut. Ini memerlukan disiplin diri yang kuat dan dasar agama yang juga kuat.

Kompetensi 12: Bentuk fisik laporan

Seorang fasilitator mampu menyusun dokumentasi yang baik

Hasil kerja kelompok yang baik – dalam bentuk catatan dokumentasi pandangan kelompok – adalah dasar dari fasilitasi. Dengan bantuan petugas dokumentasi yang ditunjuk untuk memasukkan data dan keputusan kelompok sekaligus merekam proses, para peserta dapat memperoleh salinan produk sebelum mereka pulang. Yang diperlukan adalah kemampuan untuk dapat mencatat semua data yang dihasilkan kelompok dan keterampilan menggunakan program komputer, mesin tik dan mesin foto copy untuk menghasilkan data-data akhir dan dokumen.

Menyusun laporan verbal yang baik, yang merekam makna dan implikasi program dimana dalam situasi tertentu berani mempertahankan kesimpulan kelompok (khu­susnya keputusan yang mengundang kontroversi) bukanlah kete­ram­pilan fasilita­tor yang bisa dianggap enteng.

Kompetensi 13: Model Acuan Kelompok

Seorang fasilitator menunjukkan profesionalisme, percaya diri dan apa adanya.

Pembinaan citra diri yang profesional, percaya diri, dan gaya pribadi serta cara berpakaian yang baik merupakan aset penting bagi seorang fasilitator. Namun yang lebih penting lagi adalah kesediaan untuk berperan sebagai model acuan kelompok. Fasilitator menerima peran apapun yang dikehendaki kelompok sebagai citra hidup kepercayaan diri diantara tugas-tugas yang dilakukannya.

Baik saat bekerja sendirian ataupun sebagai co-fasilitator dengan beragam tim fasilitasi, seorang fasilitator bisa memilih bersikap serius, seakan menembus kedalaman teka-teki yang belum diketahui; atau bisa sebagai pembawa keceriaan, menciptakan suasana santai bagi mereka yang enggan berpar­tisipasi; atau bisa menjaga jarak, menyebab­kan kelompok harus mewakili pan­dangannya sendiri; atau bisa bersikap tertutup, memba­gi pengalaman untuk menjelaskan situasi peserta saat ini. Dengan bersikap netral dan mampu mengalahkan keinginan pribadi, fasilita­tor benar-benar bebas melakukan apapun yang diperlukan oleh keadaan untuk menyingkap potensi asli individu.

Selain itu, fasilitator tetap harus berusaha memberikan pesan-pesan sebagai seorang fasi­litator. Sambil turut bergembira dengan keber­ha­sil­an kelompok, fasilitator biasanya hanya berbicara berdasarkan pengalamannya dan lebih memilih diam daripada memberi­kan ”nasehat yang baik” namun bukan merupakan pengalaman pribadi.

Kompetensi 14: Pilar Besi Kebe­basan

Fasilitator memelihara integritas pribadi

Terakhir, seorang fasilitator tahu rahasia memelihara integritas pribadi; dan tahu cara melihat kemurnian proses serta cara meng­hadapi penolakan, permusuhan, dan kecurigaan; tahu cara melupakan sakit hati pribadi; dan tahu cara melakukan pembaharuan diri untuk kepentingan menghadapi klien baru berikutnya.

(sumber : Technology of Participation by LGSP – USAID)

Laman

Powered By Blogger

Entri Populer

Entri Populer

Pengikut

Arsip Blog

sunset di calang, aceh jaya

sunset di calang, aceh jaya

Cari Blog Ini